CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Jumat, 10 Februari 2012

tersenyumlah



Berulang kali aku menatap pantulan diri di cermin, tetap saja ga berarti.Aku tetap buruk rupa.”Tuhan, kenapa sih aku ga kaya mereka yang mempunyai setidaknya mata yang indah untuk bisa dilihat orang.”Batinku kesal.Aku mengambil setumpuk buku dan kumasukkan ke tas selempang coklatku.Dan bersiap aku menuju ke sebuah tempat dimana aku merasa terdiskriminasi dan menjadi seorang yang super duper kuper, cupu, dan pendiam.Aku lebih suka bersama dengan Dara, Asya dan anak panti lain.Mereka benar-benar menerima aku yang seperti ini.Ku hembuskan nafas untuk menjalani hari di sekolah, baru saja selangkah menapaki koridor aku sudah menundukkan kepala dan melangkah dengan cepat agar sampai di kelas.Inilah yang dilakukan seorang Allita Zahra Dinata setiap harinya, selalu jalan dengan menundukkan kepala.
“Kenapa sih Lit?Kamu kebiasaan deh.”Kata Dara yang kebetulan sekelas denganku.
“Aku ga kaya kamu Dara.Kamu cantik, putih dan indah.Sedangkan aku?”Jawabku lirih.Jawaban sama yang selalu aku lontarkan pada teman-teman kalo ada yang menanyakan ini.Dara mendengus kesal, dia gemas dengan Lita yang seperti ini.
“Kamu cantik, tapi kalo di panti.”Jawab Dara ketus.
“Apa maksudnya?”Tanyaku bingung.
“Dikasih tau juga ga bakal ngerti dan berubah kamu Lit.”Jawab Dara lagi menyudahi perbincangan pagi ini.
Jam 16.00 aku bersiap untuk ke panti dia minta izin ke papanya yang kebetulan pemilik panti.
“Pap, Lita ke panti dulu ya.Biasa pulang jam setengah delapan, belajar bareng dulu sama Dara dan Asya.”Pamitku.
“Iya Lita, hati-hati loh.”Jawab Papa.
“Pasti, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
“Ayo mang.”Kataku pada Mang Parih, sopir pribadiku.Berhubung hari sore, Lita gak bawa mobil sendiri biasanya dia yang bawa kalo main ke panti.Cellica silver itu parkir di halaman panti, Lita turun dari mobil dan anak-anak panti menyerbunya.Bersalaman bahkan mencium tangan Lita secara bergantian, di panti Lita selalu bersikap ceria.Sangat berbeda sekali dengan sikapnya di sekolah, yang murung dan pendiam.Dara dan Asya pun sempat heran melihat perbedaan sikap sahabatnya itu.Ke sekolahpun Lita memilih naik kendaraan umum atau bersepeda, padahal dia anak dari orang yang mampu.Penampilan Litapun terkesan sangat cuek dan sederhana.Ketiga sahabat itu berkumpul di kamar Dara, ketiganya sibuk belajar sambil bercanda bersama.
“Tuh kan Lit, kalo di panti kamu cantik banget.”Kata Dara sambil menatap Lita yang asik tertawa.
“Iya Ta.Kamu cantiknya pas di panti.”Imbuh Asya.Aku menatap kedua sahabatnya, ya sebenarnya aku juga mengerti maksud dari kedua temanku ini.Aku disini bisa tertawa lepas tapi di sekolah dia menjadi cewe pendiam.
“Kamu jangan pernah mengeluh sama keadaan kamu.Kamu punya keluarga yang sayang kamu, punya panti, punya kita.”Kata Dara lagi.
“Aku hanya nyaman disini, ga nyaman di sekolah.”Kataku lagi.
“Gimana kamu bisa nyaman, coba deh kamu itu ceria.Ga usah mikirin tanggapan oranglain, murah senyum.Mereka pasti suka.”Kata Asya.Aku mendengar penjelasan Dara dan Asya, ah ya memang mungkin aku terlalu berpikir kolot dan terlalu ke GR an, emangnya mereka peduli sama aku.Kayanya engga deh.Hmmm, iya deh besok aku mencoba buat gak jalan tertunduk lagi.
“Emm ya, kita liat besok.”Jawabku datar.
Sekali lagi aku menatap wajahku di cermin sambil menyunggingkan senyum.Aku rasa mereka benar, aku hanya harus memberi senyum dan jangan mempedulikan orang lain.Tapi fisikku seperti ini, apa mereka ga menganggapku cewe gila nantinya.Uh, kenapa sih susah banget jadi diri sendiri.Kutatap satu per satu wajah teman sekolahku, mereka gembira sekali.Aku mulai berjalan tanpa menunduk dan mencoba tersenyum pada salah seorang yang ada di dekat koperasi.Dan mereka membalas senyumanku.Menyenangkan sekali.Bebanku berkurang satu, aku ingin cepat-cepat menceritakan ini pada Dara.
“Dara!”Panggilku dengan sumringah.Melihat ekspresiku yang berebeda pagi inin, Dara sedikit mengernyitkan keningnya.Setelah jarak kami begitu dekat, refleks Dara menempelkan telapak tangannya pada dahiku.
“Kenapa?”Tanyaku.
“Kamu ga sakit kan?”Dara balik bertanya.
“Engga.”
“Tumben keliatan beda.”
“Hehehe, kenapa?Ga boleh ya?”
“Ada apa sih?”
“Ternyata kamu bener, aku tadi senyum sama ya Cuma satu anak sih.Terus dia bales senyuman aku.Nyenengin banget.”
Melihat ekspresiku yang seperti ini, Dara tersenyum simpul.
“Tuh kan, senyum itu emang cara paling ampuh buat ngeluluhin orang.Pelajaran selanjutnya buat kamu, pasang muka yang sumringah.Jangan ditekuk gini.”Kata Dara lagi.Aku menatap Dara, dia sebenarnya tidak begitu cantik, tapi dia memang menarik.Pantas saja banyak yang menyapa Dara ketika dia lewat.Oke deh, aku mencoba untuk tidak menekuk mukaku lagi.Batinku.Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
“Eh iya, pulang sekolah langsung ke panti aja yuk.Mau ada penyumbang nih, katanya anak penyumbang itu yang nganterin.Siapa tau ganteng.”Kata Dara usil.
“Idih, kamu loh.Mau kemanain tuh cowomu yang ganteng itu.”Jawabku.
“Cowo yang mana?”
“Itu si Abidin.Hahahaha.”
“Sialan kamu Ta.”
Sudah hampir setengah jam aku, Dara, dan Asya duduk di ayunan depan panti menunggu penyumbang itu datang.Tapi ga nongol-nongol juga.
“Duh, bener ga sih beritanya.”Keluh Asya.
“Iya Ra.”Tukasku.
“Bener ko, masa Bu Nisa bohong.”Jawab Dara.Baru saja aku dan Asya protes, tiba-tiba ada mobil pick up memasuki halaman panti.Dan ada seorang cowo yang berjalan ke arah kami, putih bersih tapi keliatan cupu.Melihat kedatangan cowo cupu itu, Dara dan Asya ngibrit ke dalem ninggalin aku.
“Eh, maaf ini panti asuhan Ahmad Dahlan bukan?”Tanyanya sambil membenarkan kacamukanya (maksudnya kacamata, Cuma itu nutupin muka jadi disebut kacamuka).
“Iya.Ada apa ya?”Tanyaku.
“Ini ada sumbangan sembako dan sedikit dana dari PT. DELTA.”Katanya.
“Oh iya, ini aku lagi nunggu.Bawa masuk saja.Aku bantu.”
“Terimakasih.”
Aku mengikuti cowo cupu itu dan membantunya membawakan sebagian sembako.Dara dan Asya malah asik mengintip dari kamarnya sambil cekikikan.Awas aja ntar.Dasar.Katanya ganteng.Ini apaan, biasa aja gini.Penipuan sosial.Aku membuatkan segelas jus jeruk untuk cowo itu, saat aku mengantarkan minuman terlihat anak panti bergembira melihat dia sedang bercerita.Ah?Pake bahasa inggris?Niat banget dia cerita pake dua bahasa gitu.
“And the crocodile ready to catch the mousdeer.”Katanya dengan ekspresi yang unik.
“Itu artinya.”
“Dan buaya bersiap untuk menangkap kancil.”Sambungku
Cowo itu menatapku lalu tersenyum, aku menghampirinya.
“Nih, kau perlu minum.”Kataku sambil menyodorkan minuman.
“Thanks.”Jawabnya dan meneguk jus jeruk hingga habis.Dia benar-benar haus.
“Mau tambah?”Tawarku.
“No, that’s enough.”Jawabnya lalu melanjutkan ceritanya.Selesai bercerita, dia menghampiriku.
“Maaf, gue lancang.”Katanya sambil tertunduk.
“Lancang kenapa?Aku malah senang ko.Ada cowo yang mau berbagi dengan anak panti.Seringlah main kesini, nanti aku yang mentranslate ceritamu.”Kataku.
“Gue usahain.Senang bertemu dengan lo.Gue Tristan.”Katanya memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya.
“Lita.Kamu anak dari perusahaan itu?”Tanyaku tanpa basa-basi.
Dia hanya mengangguk dan tersenyum simpul lalu membenarkan kacamatanya, lekas dia berpamit pulang.
“Ciee, udah akrab nih sama cowo berkacamuka itu.”Asya menghambur padaku dan mencubit lenganku.Aku menatap keduanya geram.
“Tau ah.”Jawabku malas.
“Ih Ta, jangan marah dong.Kita gak tau kalo ternyata dia itu standar, ga ganteng gitu.Bukan maksud memepermainkan kamu.”Jelas Asya.
“Aku ga marah soal itu, toh aku juga ga cantik kaya kalian.Cuma yag bikin kecewa kenapa kalian pada kabur setelah melihat wujud anak pemilik perusahaan itu.”Kataku cepat.
Mereka berdua terdiam.
“Sudahlah, aku mau pulang.Ini sudah sore.”Pamitku tanpa menjabat tangan dan pamit pada Bu Nisa.Keduanya menatap kepergianku dengan wajah muram, aku tidak marah sungguh.Hanya saja aku merasa mereka itu pemilih dalam berteman.Mungkin kalo aku bukan anak pemilik panti ini, mereka juga enggan berteman denganku karena aku buruk rupa.Buktinya, mereka tau anak pemilik perusahaan itu tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan mereka kabur.Aku menghela nafas, percuma saja mereka mengajariku ini itu tapi mereka sendiri juga sama.
Esok harinya aku berjalan agak tergesa, aku hampir telat dan upss aku benar-benar tidak memperhatikan jalanku.Aku menabrak orang.
“Sorry.”Kataku sambil mengambil bukunya yang jatuh karenaku.Aku menatap cowo itu lama.Dia tampan.Dan cowo itu tampak terkejut melihatku lalu tersenyum.
“Kamu.”Katanya.
Aku mengernyit.
“Ya?Kamu siapa?”Tanyaku bingung.Buru-buru cowo itu memalingkan muka.
“Sorry, hanya saja.Ah, entahlah.”Jawabnya tidak jelas.
Jawaban macam apa itu.Batinku.Aneh.
“Ta, udah dong pliss kamu jangan marah.”Rengek Dara dan Asya saat pulang sekolah.Aku masih diam tak bergeming.
“Kita janji deh, ga bakal gitu lagi.”Imbuh Dara.
“Kalo semisal aku bukan anak pemilik panti mungkin ga kalian berteman denganku.”Kataku tegas.Mereka berdua kembali terdiam.
“Gimana?Ga mau kan?Kalian pasti malu dan enggan menjadi temanku karena aku tidak cantik.”Jawabku sengit.
“Ga gitu Lita.Kami ga sejahat dan seburuk itu.Hanya saja kemarin aku sedikit ngeri melihat cowo kemarin.Dia terlihat garang.”Kata Asya dnegan nada penyesalan.
“Pelajaran buat kalian.Don’t judge everyone from their cover.Learn them from the story of their life.And I’m sure you will realize how trully amazing their life is.”Ucapku panjang lebar.Keduanya hanya menganggukkan kepala, tak berani menatapku.Soalnya mereka pernah bilang kalo aku marah itu nyeremin banget.Melihat keduanya tertunduk, aku tersenyum.
“Maaf, ayo ku traktir mr.Burger.”Kataku.Sontak mereka menatapku dan menyunggingkan senyum manis mereka.
“Mauuuuu.”Jawab mereka serempak.
Sesuai dengan janjiku, kami bertiga mampir di mr.Burger, ketika aku sedang melahap burgerku aku melihat CR-V silver berhenti di mr.Burger, aku seperti pernah melihat pengemudinya deh, oh iya dia kan yang tadi menabrakku.Seperti punya telepati, anak itu refleks menatapku, aku yang sedang memperhatikan kontan langsung tertunduk.Entah Cuma perasaanku aja ya, sepertinya dia menghindar dariku.Emang aku semengerikan apa sih.
“Ta, liatin apa sih?”Tanya Asya.
“Eng, kamu kenal dia.”Kataku menunjuk anak itu.
“Mana?”Tanya Asya lagi.
“Itu yang jalan ke arah CR-V.”Kataku.
Asya dan Dara mencari CR-V dan mereka ber oh ria.
“Ohh, itu Mirza.”Kata Dara dan Asya.
“Siapa dia?”Tanyaku.
“Sekelas sama aku.Anak capoeira”Jelas Asya.
“Ko ga pernah keliatan ya?”Tanyaku.
“Iyalah dia kan kalo istirahat pasti kumpul sama anak capoeira lain.Emang kenapa?Kamu naksir?Cieeee.”Asya meledekku.
“Kenal juga kaga.”Ketusku.
“Loh, bisanya tau dia?”Dara balik bertanya.
“Tadi aku menabraknya dan tiba-tiba dia menggumam ga jelas kaya tawon.Eh, iya cowo yang kemarin itu Englishnya keren tau.Kalian denger sendiri kan?”Kataku menggebu.
“Ah masa?Aku ga denger sih, asik cekikikan di kamar.”Kata Dara.
“Katanya dia mau ke panti lagi, coba deh kalian denger.”Kataku.Keduanya mengangguk bersamaan sambil mengacungkan jempol tanda setuju.Dan ternyata cowo itu menepati janjinya, dia datang ke panti lagi sambil membawa satu karung entah apa isinya dengan tergopoh-gopoh.Segera saja aku membantu cowo itu.Setelah dibuka ternyata isinya boneka berang-berang.
“Berang-berang?”Tanyaku.Dia hanya memandangku dan tersenyum, what?Kenapa kalo diliat dengan dekat, senyumannya manis banget.Parah ini.Akku menggelengkan kepala cepat, berharap Cuma berhalusinasi.
“Nanti lo bakal tau.Bantu gue translate ya.”Katanya.Aku hanya mengangguk sambil masih penasaran apa maksudnya dengan boneka berang-berang, ga ada yang lain apa.Mashimaru atau piglet kan lebih terkenal.
Tristan mulai bercerita, dia menceritakan tentang kucing dan berang-berang.Ah aku tau kenapa dia membawa berang-berang, dia pasti menghadiahi ini untuk anak panti agar mereka bisa jadi sebaik berang-berang.Aku tersenyum, dia benar-benar kreatif dan berbeda dari laki-laki manapun.
“Bery treats Pusy again with yummy foods, Pusy eats that foods greedily.After he’s satisfied, he goes to home and said,” I hope i can treat you tommorrow.”Kata Tristan.
“Bery menjamu Pusy lagi dengan makanan yang enak, Pusy makan dengan lahap.Setelah kenyang dia pamit pulang dan mengatakan,”Semoga besok aku bisa menjamumu.”Aku mentranslate.
“The next day, Bery comes to Pusy’s house and Pusy is sitting on the tree and he’s pretending doesn’t look Bery.Bery said,”Maybe he is so busy.”
“Esok harinya, Bery datang ke rumah Pusy dan Pusy sedang duduk diatas pohon dan dia pura-pura tidak melihat Bery.Bery berkata, mungkin dia sedang sibuk.”
“”Pusy comes to Bery’s house and said,” I’m so sorry Bery, I was busy yesterday.I was looked for the earth, so I couldn’t say any words to you.”
“Pusy datang ke rumah Bery dan berkata, maaf Bery kemarin aku sibuk,Aku sedang mengawasi bumi dan aku ga bisa berkata apapun padamu.”
“Nevermind Pusy, I’m understand but I’m sorry I can’t treat you.Someone’s forbids me to treat you.”
“Ga papa Pusy, aku mengerti tapi maaf aku ga bisa menjamumu karena ada ornag yang melarangku menjamumu.”
“Who is someone give damn forbid like that?Pusy’s asked.He is someone who asks you to looking for the earth.Who else.Said Bery.Hearing that answer, Pusy feels so ashame and Pusy comeback to his house and after that even he meets Bery, he always stay away and hide.”
“Siap orang yang meyuruhmu melakukan itu Bery?Tanya Pusy.Siapa lagi kalo bukan orang yang menyuruhmu menjaga bumi.Jawab Bery.Mendengar jawaban Bery, Pusy merasa malu dan pamit pulang setelah itu setiap Pusy ketemu Bey, Pusy selalu menghindar dan sembunyi.”
“Ih, ko Pusy jahat banget ya.”Ceplos Dita, salah satu anak panti.
“Jadi kalian harus gimana?”Tanyaku sambil tersenyum.
“Jangan menipu.”
“Jangan pura-pura gak liat.”
“Jangan pengin menang sendiri.”
“Itu semua benar, intinya kalian ga boleh berbuat curang seperti Pusy, nanti Tuhan bisa marah.”Jelasku.Lalu anak-anak bertepuk tangan.
“Nih yang pinter bahasa inggris namanya Ka Tristan.Dia bawa hadiah buat kalian.”Kataku sambil memperkenalkan Tristan.Tristan tersenyum dan memberi sambutan pada anak panti.Kemudian aku membagi boneka berang-berang itu.Tanpa Lita sadari, sedari tadi Tristan menatap Lita dan sesekali tersenyum.
“Eh ada apa ya?”Tanyaku sedikit salting.
“Gapapa, khusus buat Ka Lita yang cantik aku kasih tedy.”Kata Tristan sambil menyerahkan tedy berwarna kuning muda, keliatannya empuk banget.
“Loh?Ko?”Aku balik bertanya.
“Buka kertas di kantong tedy.”Perintah Tristan.Aku menurut, dan membaca isi kertas itu “Keep smiling”.
“Apa maksudnya?”
“Buat lo, tetap tersenyum ya.Lo cantik kalo senyum, gue suka liatnya.”
Entah ini sekedar perasaan atau mungkin berhalusinasi aku melihat ketulusan di mata Tristan saat mengucapkannya.Aku membalas senyumnya.Memang benar, dia begitu berbeda.Dan inilah Lita yang baru, aku lebih berusaha untuk tersenyum dan tidak seperti Lita yang dulu yang tertunduk dan menutup diri.Semakin hari aku dan Tristan semakin dekat, walaupun terkadang Tristan sedikit mencurigakan tapi aku tidak mempermasalahkan itu.Tristan selalu menguatkan aku, dia juga tak hentinya menyemangatiku.Semua berjalan begitu indah, apa yang dikatakan Dara dan Asya dibenarkan oleh Tristan.
“Tan, kamu sekolah dimana sih?”Tanyaku penasaran.Mendengar pertanyaanku, Tristan tampak terdiam.Dan malah mengajakku pulang, lagi-lagi dia speerti menghindar ketika aku menanyakan hal tentang dia.
“Asya.”Panggil Mirza.
“Ya, ada apa?”Tanya Asya sedikit heran karena tidak biasanya Mirza menyapanya.
“Eng, temanmu yang sselalu pulang denganmu itu siapa ya?”Tanya Mirza.
“Yang mana?”Asya balik bertanya, apa mungkin Dara.Dia kan cantik.
“Yang dua orang itu.”
“Oh, Dara ya?Kenapa?Naksir?Dia emang cantik.”
“Sepertinya bukan dia.Satunya lagi.”
“Lita?Allita Zahra Dinata?”
“Ah iya mungkin itu, yang selalu tertunduk itu kan.”
“Iya benar ada apa?”
“Apa dia selalu seperti itu?”
“Ga juga, berhubung lo cowo ganteng ya mungkin aja dia kaya gitu.Sebenarnya dia baik dan asik Cuma mindernya kelewatan.”
“Oh pantas saja.”
“Ada apa sih?Sebelumnya lo udah kenal Lita ya?”
“Engga, pengen tau aja.”Kata Mirza sambil melenggang meninggalkan Asya yang tengah bingung pada Mirza.
Mobil CR-V tiba-tiba memasuki panti, Dara, Asya, dan Lita melihat mobil itu dan saling bertatapan.
“CR-V?Siapa tuh?”Tanya Dara.
Aku hanya menggeleng, begitu juga dengan Asya.
Oh, ternyata Tristan.Dia datang hanya dengan membawa hand puppet, sepertinya dia tampak lelah namun dia tetap tersenyum menyambut anak panti yang menghampirinya.
“Ganti mobil dia?Biasanya kan pake Yaris.”Bisik Asya.
“Entahlah, ya sudah aku ke Tristan dulu ya.”Pamitku.
Setelah Lita pergi, Asya seperti memikirkan sesuatu.Dia merasa keanehan pada Tristan.Dia melihat mobil Tristan dan mencatat plat mobil Tristan.Asya dan Dara melihat Tristan dan Lita sedang bercerita, kemudian Tristan memperagakan beberapa gerakan capoeira.Hal ini membuat Asya semakin penasaran, siapa Tristan sebenarnya karena menurut cerita Lita, Tristan selalu menghindar ketika ditanya mengenai sekolah atau sedikit kehidupannya.
Sian sepulang sekolah, Asya tidak pulang bersama dengan Dara dan Lita.Asya bilang ada sedikit urusan.Setelah meyakinkan kedua sahabatnya itu, Asya memberanikan diri untuk melakukan rencananya.Dia memasuki ruang latihan capoeira.Disana, Asya melihat Mirza yang dengan lincahnya menunjukkan kebolehannya dalam bermain capoeira.Selesai latihan, Asya berlari kecil menghampiri Mirza.
“Mirza.”Teriak Asya.Mirza menoleh, lalu tersenyum.Asya tercekat melihat senyuman Mirza.Gila, ganteng banget.Puji Asya.Eh, jangan sampe lupa rencana lo Asya.Batin Asya lagi.
“Tumben belum pulang.”Kata Mirza.
“Tadi anak-anak kelas nyuruh liat lo latian capoeira dulu.Lo kan mau tanding.”Kata Asya dengan alasan yang sangat cantik.Tapi dia memang benar.
“Oh, thanks yah.”Kata Mirza dan tersenyum lagi.
“Eng, boleh nebeng ga?”Tanya Asya sedikit ga tau malu.
“Dengan senang hati.Lagian gue juga suka ga ada temen.”Jawab Mirza tanpa sedikit curiga.Fiuh, Asya menghembus nafas lega ternyata ga sesulit yang dia kira.Sempat Asya melihat plat mobil Mirza.Dan Asya tersenyum, sepertinya dugaan dia benar.Sepanjang perjalanan pulang, Asya dan Mirza berbicara ngalor-ngidul.Bahkan tanpa Mirza sadari, Mirza menceritakan tentang Lita.Dn ini menambah kecurigaan Asya.
“Gue anter sampe panti aja ya.”Kata Mirza.
“Loh?Lo ko tau gue ke panti?”Selidik Asya.
Mirza terdiam, tidak menjawab pertanyaan Asya.Setelah sampai panti, Mirza segera pamit pulang.
“Eh, lo dianter siapa?”Tanya Dara.
“Mirza.”Jawab Asya singkat.
“Widihhhh, lo ga bilang-bilang ternyata deket sama Mirza.Tau gitu gue minta dikenalin.”Kata Dara dengan menggebu-gebu.Asya segera menyeret Dara ke kamar lalu menceritakan yang selama ini dia curigai dari Tristan.
“Jadi, menurut lo.Tristan itu Mirza?”Tanya Dara.
Asya mengangguk.
“Terus gimana kita cerita ke Lita nih.”
“Nah, itu yang bikin bingung.Kalo Lita tau Tristan itu Mirza pasti dia gamau deket sama si Tristan lagi.Tau sendiri kan Lita kaya apa.Padahal sejak ada Tristan, Lita jadi lebih berwarna gitu deh hidupnya dan si Mirza itu juga keliatan sukanya kan sama Lita.”
“Apa kita minta kejelasan sama Mirza itu.”
“Ide bagus.”
Keduanya lalu sepakat untuk menanyakan kebenaran bahwa Mirza itu adalah Tristan.Mendengar ocehan Asya dan Dara, tampak Mirza berdiam diri.Dia seperti tidak bisa berkutik.Dan akhirmya da mengaku kalo sebenarnya dia adalah Tristan.
“Tapi kenapa lo harus nyamar segala sih?”Tanya Asya.
“Awalnya gue nyamar karena gue gamau orang-prang pada tau kalo gue lagi kasih sumbangan ke panti.Kalian tau sendiri kan bokap gue cukup terkenal.Pasti deh kalo gue ke panti, beritanya tersebar dan heboh.Dan gue juga ga tau kalo Lita itu satu sekolah sama gue, dan kita sempet tabrakan waktu itu.Gue udah nebak kalo Lita orangnya minderan apalagi sama cowo.Denger ceritanya yang kaya gitu, gue yang awalnya mau ngaku jadi ga tega.Gue ga mau Lita jauhin gue.”Jelas Mirza.
“Lo suka Lita?”Tanya Dara.
Mirza mengangguk.
“Baru kali ini gue liat ada cewe segitu indahnya.Dan gue juga bingung, gue bener-bener ga tau gimana caranya supaya Lita ga ngejauh dari gue.”
“Gue tau.”Kata Asya kemudian.
Asya lalu menjelaskan rencananya pada Dara dan Mirza, awalnya Mirza ragu tapi akhirnya setelah didesak oleh dua cewe bawel dan keras kepala ini Mirza menurut juga.
Minggu ini, Mirza datang ke panti.Dia datang sebagai Mirza bukan lagi Tristan.
“Lita, kenalin ini Mirza.”Kata Asya.
Lita hanya mengagguk dan membalas uluran tangan Mirza.
“Mirza juga bisa mendongeng kaya Tristan loh.Dia pengin mendongeng anak panti.”Kata Asya lagi.Mendengar penjelasan Asya, Lita mengajak Mirza menemui anak-anak panti dan benar saja anak panti sama senangnya seperti ketika Tristan membaca cerita pada anak-anak.Lalu Mirza kembali melakukan gerakan capoeira.Lita terus memperhatikan Mirza, dan sepertinya Lita juga mulai curiga pada Mirza.
“Ka Mirza ko mirip Ka Tristan ya.”Celetuk Kenia.
Mirza hanya tersenyum, lalu dia mengeluarkan kacamata dan memakainya.
“Loh, ko jadi Ka Tristan?”Tanya Alif penuh kebingungan.
Mellihat itu semua Lita buru-buru pergi, mengetahui Lita pergi, Mirza segera menyusul.Lita duduk di bangku taman dan diam.Tidak mengerti.
“Udah seharusnya kamu tau siapa aku sebenarnya Lita, tapi aku mohon jangan kamu marah atau ngejauh dari aku.”Jelas Mirza yang kini tengah duduk disamping Lita.Namun, Lita tidak bergeming.
“Aku ga pernah ada maksud membohongi kamu, tapi aku benar-benar senang melihatmu ketika kamu dengan Tristan.”Kata Mirza lagi.
Melihat Mirza dan Lita terdiam, Asya dan Dara menghampiri keduanya dan membantu Mirza menjelaskan semuanya.Dia juga mengutarakan perasaannya.Lita mendengar itu namun dia tetap diam.
“Ya ini Mirza.Namanya Ibrahim Mirzani Tristan.Mirza adalah Tristan dan Tristan adalah Mirza.”Kata Asya terbelit-belit.Lita menatap ketiga orang dihadapannya, tampak ekspresi mereka yang takut-takut dan terlihat tegang.
Lita kemudian tersenyum.
“Ya ga masalah, aku hargai kalian yang udah jujur.”Kataku.
Ketiganya tampak tersenyum.
“Ya sudah.Aku harus kembali ke panti.”Aku berpamitan, namun Mirza mencegatku.
“Ada apa?”Tanyaku datar.
“Jadi?Jawaban atas pernyataankku tadi.”Kata Mirza ragu.
“Kau lebih pantas mendapatkan orang yang lebih dari aku Mirza.”Jelas Lita dan melepaskan tangannya.
“Itu kamu.”Kata Mirza lagi.
“Aku terlalu kurang kalo sama kamu.”
“Kamu ga suka aku?”
“Aku lebih menyukai Tristan.”
Mendengar jawaban Lita, Mirza, Asya, dan Dara menghembu nafas lega.Terlebih lagi Mirza.
“Aku akan tetap menjadai Tristan sesuai yang kamu inginkan.”Kata Mirza lagi.Lita menatap Mirza dan tersipu, dia tampak malu namun cantik.
“Allita Zahra Dinata, kamu lebih indah dari yang aku bayangkan dan lebih cantik dari yang aku lihat.”Jelas Mirza.Lita menggenggam tangan Mirza dan Mirza mempererat genggamannya.


“You never realize when you look so beautifull in someone eyes, so keep smile and make everyone in your life feel happy because of you.”

0 komentar: